makalah tentang leasing

MAKALAH
MANAJEMAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN NON BANK
Tentang:
LEASING

RIO RAHMAT PERKASA                                                                  1630401153
             riorahmatperkasa696iainbsk.blogspot.com 
Dosen:
DR. H. SYUKRI ISKA, M.AG.,
IFELDA NENGSIH S.E.I., MA

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARI’AH
JURUSAN SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BATUSANGKAR
2017/2018
       

BAB I
PENDAHULUAN

Untuk menjalankan suatu usaha maka kita memerlukan modal yang tidak sedikit. apalagi kita juga membutuhkan barang-barang modal untuk menjalankan suatu usaha tersebut, agar kita dapat menjalankan suatu usaha dengan lancar maka kita membutuhkan suatu lembaga untuk memperoleh suatu dana usaha, lembaga ini dinamakan leasing.
Leasing atau sewa-guna-usaha adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang yang telah disepakati bersama.
Dengan melakukan leasing perusahaan dapat memperoleh barang modal dengan jalan sewa beli untuk dapat langsung digunakan berproduksi, yang dapat diangsur setiap bulan, triwulan atau enam bulan sekali kepada pihak lessor.











BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Leasing
Leasing pada awalnya dikenal di Amerika Serikat, yaitu  berasal dari kata lease yang berarti menyewa. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas berikut ini akan dikemungkakan beberapa defenisi leasing yang sering juga disebut sewa guna usaha.
1.                  Leasing adalah suatu perjanjian penyediaan barang-barang modal yang digunakan untuk suatu jangka waktu tertentu (Financial Accounting Standard Board, FASB13).
2.                  Leasing adalah Suatu perjanjian dimana pihak lessor menyediakan barang modal dengan hak penggunaan oleh pihak lessee dengan imbalan pembayaran sewa untuk suatu jangk waktu tertentu.
3.                  Leasig adalah persetujuan atas dasar kontrak di mana pemilik dari aktiva (lessor) menginginkan pihak lain (lessee) untuk menggunakan jasa dari aktiva tersebut selama suatu priode tertentu (Bambang Riyanto, 1995).
4.                  Sewa guna usaha adalah kegiatan pembiyaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guan usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh lesse selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. (SK Menteri Keuangan No 1169/KMK.01/1991 tanggal 21 Nopember 1991)[1].
5.                  Menurut surat keputusan Menteri Keuangan, Menteri Perundustrian dan Menteri Perdagangan Republik Indonesia no:KEP-122/MK/IV/2/1974, no.32/MK/SK/2/1974 dan no.30/KPB/1/1974, tanggal 7 Februari 1974 tentang perizinan usaha leasing mendefenisikan leasing sebagai berikut: “leasing adalah setiap kegiatan  pembiyaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan suatu perusahaan suatu jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi persahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpenjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang disepakati bersama.
6.                  Menurut keputusan menteri keuangan no.448/KMK.017/2000 tentang perusahaan pembiyaan: sewa guna usaha adalah kegiatan pembiyaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan opsi (financial lease) maupun sewa guna usaha  tanpa hak opsi (operting lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembiayaan secara berkala[2].
B.     Mekanisme Operasional Perusahaan Leasing: Produk Dan Mekanisme Pelaksanaan Leasing
1.    Produk
Leasing pada intinya merupakan suatu akad untuk menyewa sesuatu barang dalam kurun waktu tertantu. Leasing ini ada dua kategori global, yaitu operating lease dan financial lease. Operating lease merupakan suatu proses menyewa suatu barang untuk mendapatkan hanya manfaat barang yang disewanya, sedangkan barangnya itu sendiri tetap merupakan milik bagi pihak pemberi sewa. Sewa jenis pertama ini berpandanan dengan konsep ijarah di dalam Islam yang secara hukum Islam diperbolehkan.
Adapun yang dimaksud dengan financial lease merupakan suatu bentuk sewa dimana kepemilikan barang tersebut berpindah dari pihak pemberi sewa kepada penyewa. Bila dalam masa akhir sewa pihak penyewa tidak dapat melunasi sewanya, barang tersebut tetap merupakan milik pemberi sewa (perusahaan leasing). Akadnya dianggap sebagai akad sewa. Adapun bila pada masa akhir sewa pihak penyewa dapat melunasi cicilannya maka barang tersebut menjadi milik penyewa. Biasanya adanya pengalihan pemilikan ini dilakukan dengan alasan hadiah pada akhir penyewaan, pemberian Cuma-Cuma, atau janji dan alasan lainnya. Intinya, dalam financial lease terdapat dua proses akad sekaligus: sewa sekaligus beli. Dan inilah sebabnya mengapa leasing yang berbentuk financial lease juga biasa disebut sewa beli[3].
2.    Mekanisme Pelaksanaan Leasing
proses dari mekanisme leasing yang menyangkut pihak-pihah di atas, secara garis besarnya dapat dijelaskan sebagi berikut:
a.                   Lessee bebas memilih dan menentukan barang modal yang dibutuhkan, melakukan penawaran harga dan menunjuk suppiler barang modal.
b.                  Setah lessee mangajukan permohonan lease, lessee mengirimkan barang modal kepada lessor disertai dokumen pendukung/ pelengkap.
c.                   Lessor mengevaluasi kelayakan kredit dan memutuskan untuk memberikan fasilitas lease dengan syarat dan kondisi yang disetujui lessee (lama kontrak pembayaran sewa lease), dan akhirnya kontrak lease dapat ditandatangani oleh kedua belah pihak.
d.                  Pada saat yang sama, lessee dapat mendatangani kontrak asuransi untuk peralatan yang dilease dengan perusahaan asuransi yang disetujui/disepakati bersama dengan lessor, seperti yang tercantum pada kontrak lease. Antara lessor dan perusahaan asuransi terjalin perjanjian kontrak utama.
e.                   Kontrak pemilihan barang modal akan dtandatangani lessor dengan supplier peralatan.
f.                   Supplier mengirim barang modal yang dilease ke lokasi lessee. Untuk mempertahankan kualitas dan memlihara kondisi barang modal, supplier akan menandatangani perjanjian pelayanan purna jual.
g.                  Lessee menandatangani tanda terima barang modal dan menyerahkan kepada supplier.
h.                  Supplier menyerahkan surat tanda terima (yang diterima dari lessee), bukti pemilikan dan pemindahan pemilikan kepada lessor.
i.                    Lessor membayar harga barang, modal yang  di lease kepada supplier.
j.                    Lessee membayar sewa lease secara periodik sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah ditentukan dalam kontrak lease[4].
Supplier
 
Lessee
 
penyerahan barang modal
atau
kontrak pemeliharaan
 


lessor
 





C.    Perkembangan Perusahaan Leasing Dan Tinjauan Syariah Terhadap Leasing Di Indonesia
1.    Perkembangan Leasing
Perkembangan leasing secara modern diperkenalkan oleh T. M Tom Clark di negara Amerika pada tahun 1850, yaitu pada saat pertama kali perusahaannya menyewakan kereta api. Selanjutnya pada tahun 1887 The Bell Telephone Company mulai menyewakan telopon kepada para pelanggannya dengan pembayaran secara periodik. Pada sekitar tahun 1952 perusahaan leasing di San Fransisco mendatangi perusahaan-perusahaan penghasil barang untuk menawarkan jasa penjualan secara leasing. Selanjutnya usaha leasing berkembang di negara-negara lain seperti Inggris, Jerman dan Jepang.
Di Indonesia kegiatan usaha lesing baru diperkenalkan pada tahun 1974 berdasarkan surat keputusan bersama (SKB) Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan no kep-122/MK/IV/2/1974, no.32/M/SK/2/1974, dan no.30/KPB/I/1974 tanggal 7 Febuari 1974 tentang perizinan usaha leasing. Dalam SKB keiga Menteri tersebut yang dapat melakukan usaha leasing adalah:
a.                   Lembaga keuangan yang dimaksud dalam SK Menteri Keuangan no.KEP.38/MK/IV/1/1972 dan,
b.                  Badan usaha lain non lembaga keuangan yang bergerak dalam bidang leasing, termasuk subsidiary dari sat lembaga keuangan, perwakilan tunggal (pasal 1). Perusahaan-peusahaan yang akan melakukan usaha leasing, baik dari lembaga keuangan maupun yang dari bukan lembaga keuangan, baik sebagai usaha tunggal, join venture, utama maupun sampingan, harus mendapatkan izin dari menteri kuangan[5].
Selanjutnya sebagai lembaga yang bertugas dan berwenang memberi izin usaha bagi perusahaan leasing, Menteri kauangan mengeluarkan SK no. 649/MK/IV/5/1974 tanggal 6 Mei 1974 yang mengatur ketentuan tata cara perizinan dan kegiatan usaha leasing di Indonesia. Dalam keputusan ini juga ditetapkan:
a.                   Perusahaan leasing harus memenuhi ketentuan-ketentuan
1)   Telah mempunyai rekomendasi/pertimbangan dari Bank Indonesia bagi kalangan perbankan dan rekomendasi dari depertemen perdagangan/perindustrian bagi badan usaha non bank.
2)   Menyampaikan feasibilitas study dan recanapembiyaan usaha paling segi tiga tahun yang akan datang.
3)   Tidak akan mempekerjakan wanita asing, kecuali atas persetujuan menteri keuangan.
4)   Dipekerjakan paling sedikit seorang ahli hukum, akuntan dan seorang ahli dimana leasing dititikberatkan.
5)   Penutupan asuransi dilakukan perusahaan asuransi Indonesia.
b.                  Perusahaan industri leasing dilarang mengambil dana dari masyarakat baik dalam bentuk tabungan, deposito dan giro maupun memberikan kredit jaminan kepada pihak ketiga atau bentuk usaha perbankan lainnya.
c.                   Pengawasan, pelaksanaan, wewenang dalam surat keputusan menteri keuangan ini adalah Direktorat Jenderal Moneter dan akan memperhatikan pertimbangan dari Bank Indonesia serta depertemen yang membawahi bidang kegiatan leasing[6].
Untuk mendukung usaha ini mentri keuangan selanjutnya mengeluarkan SK No. 650/MK/IV/5/1974 tanggal 6 Mei 1974 tentang penegaskan ketentuan pajak penjualan dan besarnya bea materai terhadap usaha leasing. Sejak itu perusahaan leasing semakin bertambah jumlahnya dan mengalami peningkatan dari tahun ketahun sampai di keluarkaannya kebijakan diregulasi 20 desember 1988 (paket desember, pakdes 88). Dengan dikeluarkannya paket deregulasi ini, maka ketentuan mengenai usaha leasing sebelumnya dinyatakan tidak lage berlaku. Disamping itu dengan keppres No.61 tahun 1988 dan keputusan menteri keuangan No.1251/KMK/013/1988 tanggal 20 Desemaber 1988 tentang ketentuan dan tatacara pelaksanaan lembaga pembiayaan, yang antara lain menerangkan bahwa perusahaan pembiayaan melakukan kegiatan yang meliputi bidang usaha:
a.                   Sewa guna usaha
b.                  Modal vetura
c.                   Perdagangan sutar berharga
d.                  Anjak piutang
e.                   Usaha kartu kredit
f.                   Pembiyaan konsumen
Jadi perusahaan pembiyaan dapat melakukan semua kegiatan yang  disebutkan di atas. Dengan demikian perusahaan lambaga pembiyaan mempunyai lingkup yang sangat luas. Pada SK tersebut, diperkenalkan istilah lembaga pembiyaan yaitu badan usaha yang melakukan kegiatan pembiyaan dalam bentuk penyediaan yaitu badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan  dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.
Perkembangan usaha leasing selanjutnya memang sangat mengesankan. Sampai dengan saat ini, leasing di Indonesia telah ikut berkiprah dalam pembiyaan perusahaan-perusahaan khususnya bidang ekonomi[7].
2.    Tinjauan Syariah Terhadap Leasing Indonesia
Pembahasan tentang konsep leasing Islam pada dasarnya bukanlah hal yang mudah, mengingat di Indonesia hingga sekarang belum ada landasan hukum yang mengatur tentang konsep leasing Islam. Akan tetapi, konsep lasing Islam bukannya tidak mungkin dapat dikembangkan, mengingat berbagai produk yang keluar dari sistem ekonomi pada dasarnya mengacu pada berbagai akad yang dibenarkan secara Islam dan juga memiliki landasan Islam Al-Quran dan Hadis. Adapun berbagai akad yang dapat digunakan sebagai pengembangan konsep leasing Islam adalah:
a.                   Akad-akad bagi hasil, seperti mudarabah yang berupa perjanjian antara pihak pemilik modal untuk membiayai sepenuhnya suatu proyek ataupun usaha dengan adanya pembagian keuntungan yang disepakati secara bersama.
b.                  Akad murabahah, yaitu perjanjian jual beli barang antara pemilik barang antara pemilik barang dengan calon pembeli. Konsep leasing bisa masuk ke dalam akad ini dengan adanya pembeli barang dan lalu menjualnya kepada calon pembeli dengan adany tambahan keuntungan berdsarkan persetujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
c.                   Salam, yaitu transaksi jual beli barang pesanan (muslam fih) antara pembel (muslam) dengan penjualan (muslam ilaih). Dalam transaksi ini barang belum tersedia sehingga barang yag menjadi objek transaksi tersebut diserahkan secara tangguh. Lessee dapat dapat bertindak sebagai muslam dan kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang (muslam fih), maka hal ini disebut dengan salam parallel.
d.                  Rahn, yaitu transaksi penyerahan barang dari nasabah kepada leasing sebagai jaminan sebagian atau seluruh utang. Dalam bahasa yang umum tujuan dari akad rahn ini adalah untuk memberikan kembali jaminan pembayaran kepada leasing dalam memberikan pembayaran, (Rivai, 2007).
e.                   Dari berbagai akad tersebut terlihat bahwa konsep pembiyaan dengan basis bagi hasil merupakan konsep yang bisa diterapkan dalam leasing. Dengan konsep bagi hasil, meka leasing, dalam hal ini melalui supplier dapat memberikan dana ataupun modal ddalam suatu barang tertentu. Selain itu, supplier dalam leasin, dalam hal ini melalui supplier dapat memberikan dana ataupun modal dalam suatu barang tertentu. Selain itu, supplier dalam leasing inijuga berfungsi sebagai mitra dan konsep ini akan mendorong kedua belah pihak yang terkait dalam perjanjian leasing Islam untuk menyukseskan usaha yang dijalankan masing-masing[8].





BAB III
PENUTUP

   Kesimpulan
Dengan semakin  berkembangya  dunia  bisnis, maka semakin banyak  perusahaan  yang  terjun  ke dunia bisnis.  Dengan semakin   banyaknya  perusahaan  yang  terjun ke dunia   bisnis, maka semakin banyak kebutuhan dana dan modal yang harus dipenuhi oleh berbagai perusahaan. Hal tersebut  mendorong  industry  bisnis  yang bergerak dalam bidang pembiayaan yang disebut lembaga pembiayaan.
Leasing termasuk ke dalam salah satu bentuk lembaga pembiayaan karena yang dikatakan dengan lembaga pembiayaan adalah suatu badan usaha yang di dalam melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang  modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat. Sedangkan leasing adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang – barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan, untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran secara  berkala disertai dengan hak pilih (optie) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang -barang modal yang  bersangkutan atau  memperpanjang  jangka waktu leasing  berdasarkan nilai sisa  yang telah disepakati bersama. Oleh karena itu, leasing termasuk salah satu jenis lembaga pembiayaan  karena  leasing membiayai perusahaan dalam bentuk penyediaan barang modal.
Peerjanjian sewa guna usaha yang lahir pada prosedur mekanisme leasing terdiri dari ketentuan-ketentuan yang salah satunya adalah ketentuan mengenai tanggung jawab para pihak terhadap obyek leasing. pemabagian dan pengaturan mengenai tanggung jawab para pihak terhadap obyek leasing tersebut pada umumnya dipengaruhi dan ditentukan oleh jenis pembiayaan yang terdapat dalam perjanjian leasing itu sendiri, namun secara khusus pembagian dan pengaturan tersebut pada dasranya harus didasarkan pada kesepakatan para pihak dalam perjanjian. sedangkan untuk pelaksanaannya harus dilakukan berdasarkan undang-undang.



DAFTAR PUSTAKA

Martono, Bank Dan Lembaga Keuangan Lain, (Yogyakarta: Ekonisia, 2002)
Veithzal Rivai, Bank And Financial Institution Management, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007)
Nurul Huda, Mohamad Heykal,Lembaga Keuangan Islam, ( Jakarta: Kencana, 2010)




[1] Martono, Bank Dan Lembaga Keuangan Lain, (Yogyakarta: Ekonisia, 2002), h, 113
[2] Veithzal Rivai, Bank And Financial Institution Management, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), h, 1209
[3] Nurul..., ..., Lembaga..., h, 367-368
[4] Veithzal Rivai, Bank..., h, 1215
[5] Martono, Bank..., h, 114-115
[6] Martono, Bank..., h, 115
[7] Martono, Bank..., h, 116
[8] Nurul Huda, Mohamad Heykal,Lembaga Keuangan Islam, ( Jakarta: Kencana, 2010), h, 370

Komentar