MAKALAH
MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN
SYARIAH DAN NON BANK
Tentang:
“OJK
DAN LPS”
RIO RAHMAT
PERKASA 1630401153
riorahmatperkasa696iainbsk.blogspot.com
Dosen:
DR. H. SYUKRI ISKA, M.AG.,
IFELDA
NENGSIH S.E.I., MA
PROGRAM
STUDI PERBANKAN SYARI’AH
JURUSAN
SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BATUSANGKAR
2017/2018
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam melaksanakan
tugasnya, OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam membuat peraturan pengawasan
di bidang Perbankan antara lain: kewajiban pemenuhan modal minimum bank, sistem
informasi perbankan yang terpadu, kebijakan penerimaan dana dari luar negeri,
penerimaan dana valuta asing, dan pinjaman komersial luar negeri, produk
perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha bank lainnya, penentuan
institusi bank yang masuk kategori systemically important bank dan data
lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasiaan informasi.
Dalam hal Bank
Indonesia untuk melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya memerlukan
pemeriksaan khusus terhadap bank tertentu, Bank Indonesia dapat melakukan
pemeriksaan langsung terhadap bank tersebut dengan menyampaikan pemberitahuan
secara tertulis terlebih dahulu kepada OJK, akan tetapi tidak dapat memberikan
penilaian terhadap tingkat kesehatan bank dan laporan hasil pemeriksaan
tersebut disampaikan kepada OJK paling lama 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya
hasil pemeriksaan. Jika OJK mengindikasikan bank tertentu mengalami kesulitan
likuiditas dan/atau kondisi kesehatan semakin memburuk, OJK segera
menginformasikan ke Bank Indonesia untuk melakukan langkah-langkah sesuai
dengan kewenangan Bank Indonesia
OJK menginformasikan
kepada Lembaga Penjamin Simpanan mengenai bank bermasalah yang sedang dalam
upaya penyehatan oleh OJK sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan. Lembaga Penjamin Simpanan dapat melakukan pemeriksaan
terhadap bank yang terkait dengan fungsi, tugas dan wewenangnya, serta
berkoordinasi terlebih dahulu dengan OJK. OJK, Bank Indonesia, dan Lembaga
Penjamin Simpanan wajib membangun dan memelihara sarana pertukaran informasi
secara terintegrasi.
Krisis moneter dan perbankan tahun 1998 dan
likuidasinya 16 bank mengakibatkan
menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan. Pemerintah
mengeluarkan kebijakan memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran
bank, termasuk simpanan masyarakat (blanket guarantee). Blanket
guarantee dapat menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap
industri perbankan. Ruang lingkup penjaminan yang terlalu luas sehingga perlu
digantikan dengan sistem penjaminan yang terbatas yaitu LPS.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian OJK dan LPS
Otoritas
Jasa Keuangan adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 21 tahun
2011 yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang
terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.
Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang
independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi,
tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan.[1]
Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004, dibenuk Lembaga Penjamin Simpanan yang
selanjutnya disebut LPS. Lembaga Penjamin Simpanan adalah lembaga yang
independen, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.
[2]
Dalam
penjelasan atas PP No. 32 Tahun 2005 tentang Modal Awal LPS dikatakan bahwa
dalam UU LPS diatur modal awal LPS merupakan kekayaan negara yang dipisahkan dan ditetapkan
sekurang-kurangnya Rp 4 triliun dan sebesar-besarnya Rp 8 triliun.
B. Tugas dan wewenang OJK dan LPS
Tugas otoritas jasa
keuangan
Berdasarkan
Pasal 3 RUU OJK, OJK dibentuk dengan tujuan untuk melakukan pengaturan dan
pengawasan pengelolaan kegiatan bidang jasa keuangan.
Untuk
lebih rinci OJK memiliki tugas:
1.
Meningkatkan
dan memelihara kepercayaan publik dibidang jasa keuangan
2.
Menegakkan
peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan
3.
Meningkatkan
pemahaman publik mengenai bidang jasa keuangan
4.
Melindungi
kepentingan .konsumen jasa keuangan
5.
Mengurangi
tingkat kejahatan keuangan
Wewenang
otoritas jasa keuangan
Untuk melakukan tugasnya, OJK berwewenang
untuk:
1.
Membuat dan menetapkan peraturan mengenai Badan Usaha
yang diawasi atau pengelolaan kegiatan bidang jasa keuangan
2.
Memberikan
izin usaha, persetujuan, atau pendaftaran untuk menyelengarakan kegiatan bidang
jasa keuangan, dan mencabut izin usaha, membatalkan persetujuan atau
pendaftaran bagi Badan Usaha yang diawasi
3.
Memberhentikan
untuk sementara waktu dan menunjuk direktur, komisaris, pengurus, atau pengawas
dari Badan Usaha yang diawasi sampai dengan dipilihnya direktur, komisaris,
pengurus, atau pengawas yang definitif
4.
Mewajibkan
Badan Usaha yang diawasi untuk menyampaikan laporan atau memberikan informasi
tertentu
5.
Melakukan
pemeriksaan, atau menunjuk pihak lain untuk melakukan pemeriksaan terhadap
Badan Usaha yang diawasi
6.
Mengadakan
pemeriksaan atau penyidikan terhadap setiap pihak dalam hal terjadi peristiwa
yang diduga, merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang OJK dan/ atau
Peraturan Perundang-undangan di bidang jasa keuangan
7.
Membantu
penuntup umum melakukan penuntutan atas pihak yang didakwa melakukan tindak
pidana terhadap Undang-undang OJK dan/atau peraturan perundang-undangan di
bidang jasa keuangan
8.
Melakukan
tindakan yang diperlukan untuk mencegah kerugian masyarakat sebagai akibat
pelanggaran terhadap undang-undang OJK dan/atau peraturan perundang-undangan di
bidang jasa keuangan.
Kewenangan-kewenangan
OJK seperti tersebut diatas sangatlah rawan untuk disalahgunakan. Kerena itu,
pelaksanaan kewenagan OJK perlu diimbangi dengan mekanisme check and balance
secara memadai, yang memungkinkan tindakan koreksi atas indikasi
penyalahgunaan kewenagan olek oknum OJK.[3]
OJK melaksanakan tugas
pengaturan dan pengawasan terhadap:
1.
Kegiatan
jasa keuangandisektor perbankan
2.
Kegiatan
jasa keuangan disektor pasar modal
3.
Kegiatan
jasa keuangan disektor pengansuransian, dana pensiun, lembaga pembiyaan, dan
lembaga jasa keuangan lainnya.
Untuk
melaksanakan tugas pengawasan, OJK mempunyai wewenang:
1.
Menetapkan
kebijakan operasional pengawas terhadap kegiatan jasa keuangan
2.
Mengawasi
pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh kepala Eksekutif
3.
Melakukan
pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen dan tindakan lain
terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan penunjang kegiatan jasa keuangan
sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan disektor jasa keuangan
4.
Memberikan
perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan atau pihak tertentu
5.
Melakukan
penunjukan pengelola statuter
6.
Menetapkan
penggunaan pengelola statuter
7.
Menentukan
sanksi administrasitive terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap
peraturan perundang-undang disektor jasa keuangan
8.
Memberikan
atau mencabut
a. Izin usaha
b. Izin orang perseorangan
c. Efektifnya pernyataan pendaftaran
d. Surat tanda terdaftar
e. Persetujuan melakukan kegiatan usaha
f. Pengesahan
g. Persetujuan atau penetapan pembubaran
h. Penetapan lain, sebagaimana dimaksud
dalam peraturan perundang-undang disektor jasa keuangan.[4]
OJK
dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:
1.
Terselenggara
secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;
2.
Mampu
mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan
3.
Mampu
melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
Berdasarkan
undang-undang No. 24 Tahun 2004 tentang LPS Bab III Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal
6, bahwa fungsi, tugas dan wewenang dari LPS adalah sebagai berikut:
1.
Fungsi
dari lembaga penjamin simpanan adalah:
a. Menjamin simpanan nasabah penyimpan
b. Turut aktif dalam memelihara stabilitas
sisten perbankan sesuai dengan kewenangan
2.
Tugas
dari lembaga penjamin simpanan adalah:
a. Dalam menjalankan fungsi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, LPS mempunyai tugas:
1) Merumuskan dan menetapkan kebijakan
pelaksanaan penjamin simpanan
2) Melaksanakan penjamin simpanan
b. Dalam menjalankan fungsi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, LPS mempunyai tugas:
1) Merumuskan dan menetapkan kebijakan
dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan
2) Merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan
kebijakan penyelesaian Bank Gagal (bank resolution) yang tidak berdampak
sistemik
3) Melaksanakan penanganan Bank Gagal yang
berdampak sistemik.
3.
dalam
menjalankan tugasnya sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 5, LPS mempunyai
wewenang sebagai berikut:
a. menetapkan dan memungut premi penjaminan
b. menetapkan dan memungut kontribusi pada
saat bank pertama kali menjadi peserta
c. melakukan pengelolaan kekayaan dan
kewajiban LPS
d. mendapatkan data simpanan nasabah, data
kesehatan bank, laporan keuangan bank, dan laporan hasil pemeriksaan bank
sepanjang tidak melanggar kerahasiaan bank
e. melakukan rekonsiliasi, verifikasi,
dan/atau konfirmasi atas data sebagaimana dimaksud pada huruf d
f. menetapkan syarat, tata cara, dan
ketentuan pembyaran klaim
g. menunjuk, menguasakan, dan.atau
menugaskan pihak lain untuk bertindak bagi kepentingan dan/atau atas nama LPS,
guna melaksanakan sebagian tugas tertentu
h. melakukan penyaluran kepada bank dan
masyarakat tentang penjamin simpanan
i. menjatuhkan sanksi administrasi.[5]
C. Mekanisme kerja OJK dan LPS
Bentuk
kepemimpinan OJK dibangun dengan dua tingkat (double layer), yang
unsur-unsurnya terdiri atas:
1.
Dewan
komisioner
Dewan
komisioner diformulasikan sebagai pengambil kebijakan atas nama OJK dalam
rangka pengaturan dan pengawas sektor jasa keuangan, atau dengan kata lain,
segala kewenangan OJK berada di tangan Dewan Komisioner.
Dewan
Komisioner bertanggung jawab kepada presiden, dengan pertimbangan cukup tugas
yang meliputi pengaturan dan pengawasan dibidang jasa keuangan, yang secara
yurisdiksi merupakan kewenangan lembaga eksekutif.
2.
Presiden
eksekutif
Presiden
eksekutif diformulasikan sebagai pelaksana tugas-tugas harian untuk
mengimplementasikan kebijakan yang telah digariskan Dewan Komisioner.
Untuk
mendukung pelaksaan kebijakan Dewan Komisioner, komite-komite dapat dibentuk
yang bertugas khususnya dalam pelaksanaan tugas-tugas yang bersifat spesifik,
seperti: pengembangan sumber daya manusia, pengendalian internal, dan kegiatan
lain yang berkaitan dengan institusi eksternal. Presiden eksekutif selaku
penanggung jawab penyelenggaraan operasional dari OJK, diangkat oleh Presiden
dari antara anggota Dewan Komisioner, berdasarkan usulan Dewan Komisioner.[6]
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah lembaga pengawasan jasa keuangan
seperti industri perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana
pensiun dan asuransi sudah harus terbentuk pada tahun 2010. Sedangkan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah suatu lembaga independen yang
berfungsi menjamin simpanan nasabah perbankan di Indonesia yang fungsinya
sebagai penjaga stabilitas sistem keuangan dan penjamin sekaligus pengawas
suatu keuangan yang ada di suatu Instansi atau perusahaan yang bergerak
dibidang jasa penyimpanan keuangan.
DAFTAR
PUSTAKA
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011, Tentang Otoritas Jasa
Keuangan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004, Tentang Lembaga Penjamin
Simpanan
Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum
Dalam Perbankan Dan Perasuransian Syariah Di Indonesia, (Jakarta: Kencana,
2006)
Fahmi,
id.wikipedia.org/wiki/Otoritas Jasa Keuangan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Bab III Pasal 4, Pasal 5
Dan Pasal 6, Tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Komentar
Posting Komentar