MAKALAH
MANAJEMEN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN NON
BANK

Tentang:
“ZAKAT”
RIO RAHMAT
PERKASA 1630401153
riorahmatperkasa696iainbsk.blogspot.com
Dosen:
DR.
H. SYUKRI ISKA, M.AG.,
IFELDA
NENGSIH S.E.I., MA
PROGRAM
STUDI PERBANKAN SYARI’AH
JURUSAN
SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BATUSANGKAR
2017/2018
BAB I
PENDAHULUAN
Zakat
merupakan ibadah pokok dan termasuk salah satu kewajiban bagi ummat Islam yang
memiliki harta serta merupakan doktrin
keagamaan bagi ummat Islam yang mengikat bahkan sebagai sesuatu kewajiban yang
mutlak dari keislaman seseorang.
Zakat
merupakan bagian dari harta yang harus disampaiakan kepada yang berhak
menerimanya yang disebut mustahiq,
sehingga zakat memiliki dimensi sosial yang diharapkan mampu menolong atau
membantu ummat Islam yang tidak mampu sehingga
mereka mampu menghidupi kebutuhan mereka.
Dalam
perkembangannya zakat diharapkan mampu untuk dikelola agar lebih produktif atau dimanfaatkan lebih luas
sehingga zakat bukan hanya sebatas bentuk/jumlah zakat itu sendiri tapi mampu
dikembangkan di seluruh sektor kehidupan untuk membangun kehidupan yang makmur
sebagai bekal untuk berbuat kebajikan terlebih dimanfaatkan untuk berjuang
dijalan Allah. Maka oleh sebab itu Allah mewajibkan bagi setiap muslim untuk
mengeluarkan sebagain dari hasil usahanya, Sebagaimana firman Allah dalam
al-Quran surah al-Baqarah ayat 267 sebagai berikut :
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah
(di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari
apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang
buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah,
bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Zakat dan Dasar Hukum Zakat
Zakat
berasal dari kata ‘zaka’ yang artinya berkah, tumbuh, bersih, dan baik. Zakat
berarti suci, tumbuh, berkah, terpuji, bertambah, dan subur. Sedangkan menurut
istilah syariah (syara’) zakat berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan
oleh Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak, yaitu mereka yang
dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya, “sesungguhnya, zakat-zakat itu,
hanyalah untuk orang-orang faqr, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat,
para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan budak, orang-orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan,
sebagai ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah maha mengetahui lagi maha
bijaksana”[1].
Menurut
etimologi yang dimaksudkan denagn zakat adalah sejumlah harta tertentu yang
telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan Allah untuk dikeluarkan dan
diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya.
Maka pada akhirnya dapat ditarik
beberapa kesimpulan,
1.
Zakat adalah prediket untuk jenis barang
tertentu yang harus dikeluarkan oleh umat Islam dab bagi-bagikan kepada
golongan yang berhak menerimanya sesuai dengan ketentuan yang ada dalam syariat
Islam.
2.
Zakat merupakan konsekuensi logis dari
prinsip harta milik dalam ajaran Islam yang fundamental, yakni berupa haqqullah
atau harta milik Allah yang titipkan kepada manusia dalam rangka pemerataan
kekayaan.
3.
Zakat merupakan ibadah yang tidak hanya
berkaitan dengan dimensi ketuhanan saja (ghairu mahdhah), tetapi juga merupakan
bagian ibadah dari Islam yang menangkup dimensi sosial kemanusiaan[2].
B. Prosedur
Pendirian Lembaga Zakaz
Pendirian
BAZ (Badan Amil Zakat) dilatar belakangi oleh kondisi nasional, di mana semua
komponen bangsa dituntut untuk berpartisaipasi dalam pembangunan. Demikian pula
dengan umat Islam di Indonesia yang merupakan salah satu komponen bangsa wajib ikut
serta dalam mengisi dan melanjutkan usaha-usaha pembangunan itu. Bahkan, umat
Islam merupakan komponen dominan dan potensial dalam mengisi pembangunan
tersebut.
Dominasi
dan potensi umat Islam itu tidak hanya dari segi kuantitasnya, tetapi juga
subtansinya ajarannya. Islam secara menyeluruh memerintahkan umatnya untuk
membangun umat dan bangsanya. Perintah Islam itu dibarengi pula dengan tuntunan
operasional mengenai bagaimana pembangunan itu dilakukan.
Telah
beberapa abad lamanya, zakat, infaq, dan shadaqah ini disyari’atkan Islam,
tetapi pada dewasa ini perantara ekonomi Islam itu tidak cukup efektif bagi
pembangunan umat. Hal ini memang berbeda dengan ketika pada masa Nabi SAW, dan
Khulafa’ al-Rasyidin atau mungkin pada masa Dianasti Umayah dan Dinasti
Abasiyah. Pada masa itu pemberdayaan ekonomi umat melalui ketiga perantara
ekonomi Islam tersebut cukup efektif. Hal ini disebabkan bayt al-mail saat itu
berjalan sesuai dengan tuntutan Nabi SAW. Dewasa ini ternyata bayt al-mail itu
tidak tampak dengan jelas, sehingga perantara ekonomi Islamyang pontensial itu
tidak bisa diaplikasikan. Bahkan, istilah bayt al-mail itu sendiri terasa cukup
asing di telinga umat Islam pada umumnya.
Atas
dasar itulah, maka untuk membangkitkan kembali semangat bayl al-mail yang
pernah mampu memobilitasi dana umat pada zamannya, umat Islam di Indonesia
mulai mendirikan Badan Amil Zakat, infaq, dan shadaqah (BAZIS). Badan ini pada
saatnya diharapkan bisa menjadi institusi alternatif yang bisa memobilitasi
dana umat, kususnya zakat, infaq, dan shadaqah, seperti halnya zakat, infaq,
dan shadaqah, seperti halnya bayt al-mail pada masa Nabi SAW, Khulafa’
al-Rasyidin atau pada masa Dinasti Umayah dan Dinasti Abasiyah.
Masalah
yang mungkin akan muncul di masa depan adalah tentang kepastian hukum bagi para
wajib zakat yang tidak menunaikan kewajibannya. Hal ini disebabkan karena
hingga saat ini, tahun 2002, di Indonesia belum dibuat Kompilasi Hukum Islam
tentang zakat. Oleh karena itu, perumusan dan pembuatan KHI tentang Zakat
dirasa sangat penting bagi kepatian hukum zakat dan memudahkan umat Islam
di dalam memahami hukum zakat. Selain
itu, KHI tentang zakat ini berfungsipula sebagai social control dan social engineering umat Islam yang berkaitan dengan zakat[3].
C. Mekanisme
Pengelolaan Dana Zakat
Secara
sosial, zakat berfungsi sebagai lembaga jaminan sosial (Qardhawi, 1987, dalam
Dahiia Herliyani, 2005). Dengan menggunakan lembaga zakat, maka kelompok lemah
dan kekurangan tidak akan lagi merasa khawatir terhadap kelangsungan hidup yang
mereka jalani. Hal ini terjadi karena dengan adanya substansi zakat merupakan
mekanisme yang menjamin kelangsungan hidup mereka ditengah masyarakat, sehingga
mereka merasa hidup ditengah masyarakat menusia yang beradab memiliki nurani,
kepedulian, dan juga tradisi saling menolong.
Secara
ekonomi, zakat juga berfungsi sebagai salah satu instrumen untuk mengentaskan
kemiskinan, pemerataan pendapatan, dan mempersempit kesenjangan yang terjadi
antara kelompok kaya dan miskin.[4]
Di
Indonesia, pengelolaan zakat diatur berdasarkan Undang-Undang No. 38 tahun 1999
tentang Pengelolaan Zakat yang lali diikuti dengan Keputusan Menteri Agama
(KMA) No.581 tahun 1999 tentang pelaksanaan Undang-Undang No. 38 tahun 1999 dan
Keputusan Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Dan Urusan Haji No.
D/291 tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. Dalam UU tersebut
ditegaskan bahwa lembaga pengelola zakat yang ada di Indonesia adalah Badan
Amil Zakat yang dikelola oleh negara serta Lembaga Amil Zakat yang dikelola
oleh swasta. Meskipun dapat dikelola oleh dua pihak, yaitu negara dan swasta,
akan tetapi lembaga pengelola zakat haruslah bersifat:
1.
Independen. Dengan dikelola secara
indenpenden, artinya lembaga ini tidak mempunyai ketergantungan kepada
orang-orang tertentu atau lembaga lain. Lembaga yang demikian akan lebih leluasa
untuk memberikan pertanggungjawaban kepada masyarakat donatur.
2.
Netral. Karena didanai oleh masyarakat,
berarti lembaga ini adalah milik masyarakat, sehingga dalam menjalankan
aktivitasnya lembaga tidak boleh hanya menguntungkan golongan tertentu saja
(harus berdiri di atas semua golongan). Karena jika tidak, maka tindakan itu
telah menyakiti hat donatur yang berasal dari golongan lain. Sebagai akibatnya,
dapat dipastikan lembaga akan di tinggalkan sebagian donatur potensialnya.
3.
Tidak berpolitik (praktis). Lembaga
jangan sampai terjebak dalam kegiatan politik praktis. Hal perlu dilakukan agar
donatur dari partai lain yakni bahwa dan itu tidak digunakan untuk kepentingan
partai politik.
4.
Tidak bersifat diskriminatif. Kekayaan
dan kemiskinan bersifat universal. Dimana pun, kapan pun, dan siapa oun dapat
menjadi kaya atau miskin. Karena itu dalam menyalurkan dananya, lembaga tidak
boleh mendasarkan pada perbedaan suku atau golongan, tetapi selalu menggunakan
parameter-parameter yang jelas dan dapat di pertanggung jawabkan, baik secara
syariah maupun secara manajemen[5].
Struktur
organisasi lembaga pengelola zakat, terutama yang berbentuk lembaga amil zakat
yang milik swasta atau masyarakat biasanya mengacu pada UU Yayasan. Hal ini
terjadi karena struktur organisasi dari lembaga pengelola zakat mengacu pada UU
Yayasan dan juga harus berbadan hukum yayasan.
Untuk menghindari terjadinya dualisme dalam
pandangan atas kedua UU tersebut, maka lembaga pengelolazakat harus memiliki
unsur-unsur yang ada di bawah ini:
1.
Dewan pembina
Dewan pembina bertugas
untuk:
a. Memberikan
nasihat dan arahan kepada dewan pengurus atau manajemen lembaga pengelola
zakat.
b. Memilih,
meneteapkan, dan juga memberikan dewan pengawas syariah.
c. Mengangkat
dan memberhentikan dewan pengurus.
d. Meminta
pertanggungjawaban pengurus
e. Menetapkan
arah dan kebijakan orgganisasi
f. Menetapka
berbagai program organisasi
g. Menetapkan
RKAT (Rencana Kerja Anggaran Tahunan) yang diajukan pengurus.
2.
Dewan pengawas syariah
a. Melaksanakan
fungsi pengawasan atas kegiatan yang dilakukan oleh pihak manajemen terkait
dengan keputusan terhadap ketentuan syariah.
b. Memberiakan
koreksi dan juga saran perbaikan kepada pihak manajemen bila terjadi
penyimpanan terhadap ketentuan syariah.
c. Memberikan
laporan atas pelaksanaan pengawasan kepada dewan pembina.
3.
Dewan pengurus/manajemen lembaga
pengelola zakat
Secara umum, tgas yang
dilaksanakan oleh pihak manajemen adalah untuk melaksanakan arah dan juga
kebijakan umum dari lembaga pengelola zakat dan juga merealisir berbagai
rencana yang sudah ditetapkan oleh pihak pengurus.
Adapun berbagai bagian yang ada di dalam dewan
pengurus terdiri dari:
a. Ketua
atau direktur. Tugas utama yang dilaksanakan memastikan pencapaian dari
berbagai tujuan yang dilaksanakan oleh lembaga pengelola zakat.
b. Bagian
penyaluran ZIS. Membuat program kerja distribusi ZIS dan juga melaksanakan
pendistribusian ZIS tersebut.
c. Bagian
keuangan. Bertugas membuat laporan
keuangan dari lembaga pengelola zakat dan juga melakukan pengelolaan
aset-aset yang dimiliki oleh lembaga pengelola zakat. Dalam bagian keuangan
juga terdapat bagian akuntansi, bendahara, dan juga internal audit.
d. Koorditaor
program. Menyusun dan juga melaksanakan berbagai program yang dilakukan oleh
lembaga pengelola zakat, serta menyusun laporan kinerja lembaga pengelola
zakat.
e. Bagian
pembinaan mustahik melakukan pendataan mustahik yang ada dan lalu mencatat
dalam data mustahik yang dimiliki oleh lembaga pengelola zakat. Selain itu,
juga melakukan pembinaan terhadap mustahiq, dan melakukan pemantaauan atas
berbagai program distribusi ZIS kepada para mustahik.
f. Bagian
pengumpulan dana ZIS. Bertugas untuk melakukan pengumpulan dana ZIS di wilayah
yang menjadi tanggung jawab serta menyetorkan berbagai dana ZIS tersebut kepada
pihak bendahara ZIS[6].
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Zakat
adalah sebutan bagi sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh Allah SWT agar
diserahkan kepada orang-orang yang berhak (mustahak).
Dasar hukum zakat,
diantaranya surat Al-Baqarah Ayat 43:
Yang artinya: “Dan dirikanlah
shalat, tunaikanlah zakat dan rukulah beserta orang-orang yang ruku”.
Harta yang wajib dizakati antara
lain, yaitu:
1.
emas
dan perak; Nisab emas 20 puluh mitsqal, yaitu 89 2/7 gram,
Zakatnya 21/2 atau seperempat puluhnya. Nisab perak
beratnya 200 dirham, yaitu 625 gram. harta perniagaan;
2.
binatang
ternak; antara lain unta, sapi (lembu, kerbau), dan kambing (biri-biri, domba).
3.
buah-buahan dan biji-bijian; Buah-buahan yang wajib dizakati
hanya anggur dan kurma. Dan biji-bijian yang wajib dizakati hanya biji-bijian yang
menjadi makanan pokok dan tahan disimpan, seperti padi, gandum, jagung dan
kacang.
4.
barang tambang dan barang temuan.
Ada
delapan orang yang berhak menerima zakat, yaitu: fakir, miskin, amil, muallaf,
budak, al-ghoorim, sabilillah, dan ibnu sabil.
Zakat Fitrah ialah zakat diri yang diwajibkan atas diri setiap individu
lelaki dan perempuan muslim yang berkemampuan dengan syarat-syarat yang ditetapkan.
Besar zakat yang dikeluarkan menurut para ulama adalah sesuai penafsiran
terhadap hadits adalah sebesar satu sha' (1 sha'=4 mud, 1 mud=675 gr) atau
kira-kira setara dengan 3,5 liter atau 2.176 kg makanan pokok (tepung, kurma, gandum, aqith).
DAFTAR PUSTAKA
Makhalul
Ilmia, Teiri Dan Praktek Mikro Keuangan Syari’ah, (Yoqyakarta: UII
Press,2002)
Nurul
Huda, Lembaga Keuangan Islam, (Jakarta:
Kencana, 2010)
Janwari,
Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat, (Jakarta: PT RajoGrafindo Persada,
2002)
[1]
Makhalul Ilmia, Teiri
Dan Praktek Mikro Keuangan Syari’ah, (Yoqyakarta: UII Press,2002), h, 67
[2]
Nurul Huda, Lembaga
Keuangan Islam, (Jakarta: Kencana,
2010), h, 293-294
[3]
Janwari, Lembaga-Lembaga
Perekonomian Umat, (Jakarta: PT RajoGrafindo Persada, 2002), h, 37-39
[4]
Nurul Huda, Lembagai
..., h, 304-305
[5]
Nurul Huda, Lembaga
..., h, 306
[6]
Nurul Huda, Lembaga
..., h, 307-308
Komentar
Posting Komentar